Rabu, 20 Agustus 2014

(TUGAS) CERPEN - "KETIKA KU BERANJAK DEWASA"




KETIKA KU BERANJAK DEWASA

     “Manda, jangan lupa bawa sepatu hitam, kaos polo, dan baju dalam yang banyak. Sepulang dari ospek, harus langsung ganti baju, mandi, dan cuci semua pakaianmu. Ingat, ibu nggak akan ada di sisi kamu lagi buat ngebantuin kamu. Kamu harus berjuang dan bertanggung jawab atas dirimu sendiri.”
Itu kata-kata Ibu Manda sebelum Manda berangkat ospek pagi ini. Ibu Manda kebetulan akan pulang ke Cilacap siang hari nanti, sebelum Manda pulang ke kos. Beliau menemani putrinya selama dua hari di kos untuk mengajarinya segala macam sesuatu yang harus dilakukan ketika hidup jauh dari orang tua.
“Di kos nanti nggak ada yang ngawasin kamu. Paling cuma Om Irwan dan Tante Devi, tapi mereka berdua kan juga sibuk mengurus anak-anak mereka. Kamu juga nggak bisa terus bergantung sama mereka. Jangan manja. Pokoknya harus mandiri,” Manda bersiul malas saat ibunya dengan cerewet menasihatinya. Apa yang bagi ibunya merupakan hal yang serius, tetapi bagi Manda hal itu hanya masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.
“Iya, iya, berisik ah. Aku lagi sibuk tata-tata nih buat ospek besok. Belum bikin co-card, belum juga laminating pita, dan sebagainya. Ibu dari tadi hanya ngomong melulu tanpa bantuin Manda,”keluh gadis berambut ikal sebahu itu.
“Loh? Itu tugas kamu atau tugas ibu? Kamu kan yang kuliah, kenapa ibu juga ikutan repot? Kebetulan aja Ibu masih disini, jadi masih bisa bantuin kamu. Coba kalau ibu pergi. Kamu emang mau minta tolong dan nyolot sama siapa?” Ibu Manda sebenarnya tak serius dengan perkataannya. Ia hanya ingin membuat putri semata wayangnya itu sadar bahwa tidak selamanya sang Ibu akan terus mengasuhnya dan memanjakannya seperti bayi. Namun, Manda justru menanggapi itu dengan sangat serius, terlebih pikirannya sedang kalut mencari beberapa bahan dan peralatan yang akan digunakan untuk membuat co card.
Manda pun menyahut dengan marah, “Kalau ibu gak mau bantuin, ya udah, sana ibu pulang aja ke rumah. Ga usah nemenin Manda di sini!”
Ibu Manda pun melotot marah mendengar perkataan putrinya, tetapi apadaya, dia tak pernah bisa memarahi putri semata wayangnya itu. Dia keterlaluan sayang padanya. Mungkin itulah letak kesalahannya yang membuat Manda menjadi gadis yang egois dan semaunya sendiri seperti Manda.
Manda akhirnya membuat segala macam perlengkapan ospek sendirian. Meskipun ada banyak kakak tingkat dalam kos-kosan itu, tetapi Manda bertekad dia tak butuh bantuan siapapun. Sifat egoisnya membuatnya menjadi sosok yang gigih namun rapuh di saat yang bersamaan.
Keesokan paginya, jam weker Manda berdering sangat nyaring dan begitu memekakkan telinga. Manda meraung kesal dan menutup telinganya dengan bantal. Ibu Manda pun terpaksa menghentikan tidurnya untuk membangunkan Manda.
“Mandaaa!! Banguun Manda!! Ini sudah pukul berapa?! Kamu bisa dihukum kakak tingkat kalau kamu telat!”
Manda mendengus kesal, “Sebentar lagi, Bu. Tadi malam aku sangat mengantuk. Pekerjaan dan tugas-tugas itu begitu menyitaku. Aku capek, please, satu menit lagi?!”
“Lebih baik kamu berangkat lebih pagi dibandingkan kamu dihukum!” Ibunya memperingatkan dengan nada tak kalah ketus.
Manda akhirnya bangun dengan malas-malasan. Nyawanya kemana, tubuhnya kemana, nampaknya mereka belum menyatu dengan sempurna dalam diri Manda. Dia begitu lelah mengerjakan semua tugas-tugas dari kakak pembinanya. Sungguh kasihan Manda.

--------
“Ayo makan disini,” Ibunya menunjukkan sebuah warung makan yang berada tak jauh dari kos Manda. Gadis itu memang ngaret dari waktu yang sudah dia jadwalkan sendiri di memo-nya. Rambutnya yang ikal itu belum sempat ia sisir, tasnya belum ter-resleting sempurna, dan kemejanya pun masih acak-acakan. Ibunya hanya menggelengkan kepala heran melihat penampilan putrinya.
Apa jadinya jika dia meninggalkannya hidup sendiri di kos?
Apakah keadaan putrinya yang manja itu akan tampak semakin berantakan?
“Kamu cepat makannya, nanti biar Ibu saja yang bayar. Nanti kamu cari ojek di depan gerbang kampus. Siapkan aja uang lima ribu. Ingat, selalu siapkan uang lima ribu.”
Manda sibuk makan dengan cepat karena diburu waktu. Jamnya menunjukkan pukul 05.45. Lagi-lagi, entah untuk kesejuta kalinya, gadis itu menghiraukan perkataan ibunya.
“Udah, Bu. Aku berangkat dulu,” Manda langsung meneguk air putih dengan cepat. Kemudian, tanpa sempat menyalami tangan ibunya, anak penyuka warna biru muda itu langsung lari tergesa-gesa menuju depan gerbang kampusnya. Kebetulan kampusnya berada tepat di samping gerbang kampus.
“Manda, ibu nanti pulang jam 1 siang. Ingat ya, apa semua yang ibu pesenkan sama kamu. Ibu nggak bisa lama-lama ada di sini. Ibu harus ngantor, besok ada rapat penting. Nanti kuncinya ibu titipkan sama Mbak Safira. Oya, kamu udah bawa co-cardnya? Tadi ibu lihat masih di meja....”
“Udah kok, Bu.” Sahut Manda ketus sambil berlari meninggalkan ibunya menuju depan gerbang kampus.
Ibunya lagi-lagi hanya bisa menghela napas.
-------

“Sial, kenapa nggak ada ojek di sini? Katanya Ibu biasanya ojek di sini?” Manda celingukan mencari ojek yang biasanya bersliweran di sekitar sini.
Sudah lima menit gadis itu mencari. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul 6 lebih.
“Waduh, gawat, bisa-bisa aku kena damprat kakak tingkat,” keluh Manda kebingungan dalam hati.
Akhirnya Manda memutuskan untuk berlari saja. Mumpung tenaganya masih cukup untuk memburu waktu yang takkan mungkin berhenti berdetak. Kebetulan gedung fakultasnya agak jauh dari gerbang depan. Deru napas Manda terdengar memburu saat berlari kencang menerobos kerumunan mahasiswa baru lain yang juga sedang berlari-larian.
---------

“Yang telat berdiri di samping saya, dan harap mengenakan co-card sesuai dengan peraturan yang berlaku.”
Manda kebingungan mencari co-card miliknya di dalam tas. Kakak pembina terus memelototinya ketika mengetahui bahwa adik tingkatnya itu nampak gugup mencari sesuatu.
“Udah ketemu dek?” kata kakak itu dengan nada agak ketus. Manda justru semakin gugup mendengar kata-kata itu. Dia makin mengacak-acak isi tasnya.
“Yang tidak membawa co-card silahkan berdiri di depan gedung fakultas teknik sampai jam satu siang.”
Deg! Bagaimana kakak itu bisa tahu? Keluh Manda dalam hati. Akhirnya gadis itu dengan wajah sendu melangkah maju ke depan menghadap kakak tingkat.
“Kenapa dek? Mau ngasih alasan?” geram kakak itu sambil melipat kedua tangan.
Dengan gugup, Manda menggeleng dan melangkah sambil menahan tangis menuju lapangan.
Saat dihukum, Manda menyadari kesalahannya. Dia sudah bersalah pada ibunya. Karena kelalaiannya, ia justru menyalahkan ibunya sendiri.
Ia pun ingat perkataan sang Ibu sebelum dia terburu-buru pergi
Manda, tadi ibu lihat co-cardmu masih di meja...”
“Meja makan!” isak Manda tanpa sadar dan membuat mahasiswa yang sedang dihukum bersamanya terheran-heran.
Ah, ibu kumohon, maafkan aku...
Dan saat Manda pulang, ibunya sudah benar-benar tak ada. Ibunya sudah kembali ke rumahnya di Cilacap. Manda tak sadar meneteskan air mata, mengingat semua kekurang-ajaran dan kearogansiannya terhadap sang bunda. Sekarang dia sendiri, benar-benar sendiri...
Dan dia bertekad untuk membuat perubahan dalam dirinya sendiri.
Keesokan harinya, Manda bangun sangat awal, pukul 4 pagi. Tiba-tiba ia mendengar ponselnya berdering dan menemukan sebuah SMS dari sang ibu.
“Manda, ibu tak mempermasalahkan betapa kamu sangat tidak menyukai diatur oleh ibu, tapi itu semua kulakukan demi kebaikanmu. Karena tak selamanya ibu bisa menemani kamu. Jaga dirimu baik-baik, bersikaplah lebih dewasa dan bertanggung jawab terhadap apapun. Perubahan dimulai dari dirimu sendiri. Kalau kamu tak mau berubah, bagaimana kamu bisa meraih apa yang kamu inginkan.”
Manda merasakan penyesalan terdalam setelah membaca pesan dari ibunya. Kini ia sadar bahwa belum terlambat untuk melakukan perubahan dan itu dimulai dari dirinya sendiri. Ia pun bertekad untuk merubah sifat manja dan kekanakannya itu. Ia ingin menjadi lebih baik.
“Aku berjanji Ibu, takkan mengecewakan Ibu. Aku akan berubah,” ikrar Manda dalam hati.
Dan setelah itu, ia benar-benar berubah menjadi sosok yang dewasa seperti yang diinginkan ibunya.


The end

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar