Selasa, 15 Maret 2016

THAT NIGHTMARE IN THE WILD RAIN

Judul : That Nightmare in the Wild Rain
Genre : Mystery Fantasy 
Author : Tiara Mesias 


Hujan turun dengan amat deras disertai dengan kilatan halilintar yang menggelegar. 
Entah mengapa meskipun aku sudah terbiasa ditinggal sendirian hingga larut malam di 
rumah, aku merasa ada sesuatu yang berbeda pada malam ini... Hmm... Aku sendiri tidak 
tahu perasaan cemas dan resah macam apa ini, tapi tubuhku sudah sejak tadi menggigil 
tak karuan disertai bulu romaku yang berdiri. Aku mengigit bibirku agak keras dan 
berharap agar kantukku datang lebih cepat. 

Phats! 

Kilat kembali mengamuk disertai kilatan cahaya mengerikan yang mampu 
menembus jendela kamarku. Tirai kordenku bergoyang cepat akibat terpaan angin yang 
seolah marah. Kilatan cahaya tak kenal ampun menusuk mataku dan membuatku semakin 
merinding. Semoga ayah dan ibuku bisa segera pulang. Kumohon... Semoga malam ini, 
setidaknya, aku bisa tidur dengan nyenyak dan bisa bangun esok pagi disambut oleh 
senyum kedua orangtuaku. 

Phats! 

Mendadak lampu di kamarku, yang memang sengaja tidak kumatikan, padam. Aku 
nyaris menjerit dan cepat-cepat menarik selimut hingga menutupi kepalaku. Aku 
menangis terisak di balik selimut. Gelap. Mataku seakan buta dan tidak bisa melihat 
apapun. Hanya kegelapan dan terjangan kilat halilintar. Seseorang bisa saja muncul 
dengan tiba-tiba dan membahayakan nyawaku detik ini juga. Seseorang yang sangat 
mengerikan! Makluk yang berpostur seperti alien dengan bola mata merah dan cakar 
panjang di kedua tangannya yang kurus! Makluk pendek berkulit pucat yang selalu 
muncul dari jendela dan yang selalu menyambutku dengan seringaiannya yang 
menyeramkan! 

Ugh! 

Baru saja aku membayangkan gambaran mengerikan tentang makluk yang selalu 
membawa mimpi buruk di tidurku dan tubuhku sudah terasa seperti diduduki seseorang. 
Sangat... Sangat berat! Napasku tercekat dan punggungku merasa ngilu. 

Detik demi detik, ngilu yang kurasakan di punggungku semakin menjadi-jadi. Aku berusaha untuk 
menggerakkan semua anggota tubuhku agar bisa beranjak dan menyingkirkan siapapun 
itu yang sedang mendudukiku. Ah! Kenapa tubuhku tiba-tiba serasa seberat batu. Sangat 
sulit untuk menggerakkannya, bahkan menggerakkan jari-jariku sekalipun! Kali ini isak 
tangisku semakin menjadi. Tidak! Aku tidak boleh menangis! Aku tidak boleh membuat 
suara apapun! Atau makluk menyeramkan yang sedang menduduki bakal tahu kalau aku 
masih hidup. Setidaknya, aku harus pura-pura mati lagi malam ini supaya bisa selamat 
darinya. 

Benar, dugaanku memang tidak pernah salah! Kehadirannya bisa kurasakan dari bau 
menyengat yang tiba-tiba menusuk hidung. Seperti bau amis darah yang bercampur 
dengan bangkai tikus, benar-benar busuk! Aku membayangkan bahwa bau itu adalah bau 
dari nafas mulutnya! Ihh, menjijikkan! 

Entah untuk beberapa menit lamanya aku hanya terdiam dan berusaha untuk tetap 
bernapas! Aku tidak bisa memperkirakan berapa massa tubuh dari makluk keparat itu. 
Rasanya berat badannya itu melebihi ratusan kilogram sehingga nyaris meretakkan 
tulang-tulang rusukku. Enggrhh... Sekilas aku mendengar erangan suaranya yang mirip 
seperti erangan beruang. Aku hanya bisa berdoa, berharap aku bisa menggerakkan 
tubuhku dan bangkit dari ranjang ini. 

Namun, seberapa kerasnya usahaku untuk menggerakkan tubuhku, aku tetap tak bisa 
melakukannya. Seolah-olah makluk itu menghimpit tubuhku dan memegang kedua 
lenganku dengan kedua tangannya dan wajahnya.... 

Aku benar-benar tidak ingin membayangkannya, sungguh! Aku... Kuharap hal itu 
tidak akan pernah terjadi. Membayangkannya ada di sini dan menghimpit tubuhku saja 
aku sudah merasa ingin mati! 

Ergghh... 

Erangan mengerikan itu terdengar semakin jelas dan keras, seakan-akan aku dan 
makluk itu sudah tak berjarak. Aku berusaha untuk menyangkal semua pikiran buruk itu. 
Bagaimanapun, aku harus berjuang untuk diriku sendiri. Entah apapun yang sedang 
mengancam nyawaku sekarang, aku harus berusaha menang darinya! 

Perlahan dengan jantung yang berdegup kencang, aku menurunkan selimut dari atas 
kepalaku. Jantungku seakan-akan meloncat keluar begitu mataku bertemu langsung dengan bola mata semerah darah milik makluk itu. 

Aku berusaha untuk beteriak. Seringaian itu, lidah yang menjulur keluar itu, dan juga 
air liurnya yang tak henti-hentinya menetes... Ekspresi wajahnya menjadi semakin mirip 
dengan seekor beruang yang berhasil mencengkeram mangsanya. Apakah ini hanya ilusi? 
Tidak! Dia nyata dan wajahnya yang mengerikan itu juga nyata. Aku benar-benar terjebak 
antara hidup dan mati. Tapi bagaimanapun, aku harus berjuang untuk tetap hidup. 

Satu, dua, tiga! 

ARGHHHH!! 

Aku menjerit sekencang mungkin hingga pita suaraku serasa robek. Bersamaan 
dengan itu, makluk mengerikan di hadapanku juga ikut menggeram dengan keras. Guntur 
kembali menerjang dan kilatan cahaya yang menembus dari arah jendela membuat wajah 
makluk itu terlihat semakin menakutkan. 

Aku menggeliat-liatkan tubuhku, berusaha untuk melepaskan diri. Aku terus meronta 
dan menjerit sekuat tenaga hingga kedua lenganku berhasil terbebas dari cengkeraman 
makluk itu. Aku pun jatuh terguling ke lantai dan membuat punggung serta pinggangku 
serasa remuk. Bersusah payah, aku memaksa tubuhku yang lunglai ini untuk bangkit 
berdiri. Akan tetapi, saat aku sudah dalam posisi duduk tiba-tiba makluk itu menerjang 
tubuhku dan kembali menindihku. Keringat dingin semakin menghujani wajahku, 
napasku tercekat. Makluk itu lantas memperlihatkan gigi-giginya yang setajam paku 
dengan air liur yang tidak berhenti menetes. Dia... Dia akan memangsaku! Aku bisa 
melihat hasrat memangsa dari kedua bola matanya yang merah! 

Apakah aku akan mati? 

Tidak! Aku tidak mau mati! 

Aku meraba ke lemari buffet yang ada di belakang kepalaku. Tanganku terus meraba 
ke atas dengan gerakan cepat dan berhasil memegang lampu tidur. Tanpa pikir panjang, 
aku langsung menghantam wajahnya dengan benda itu. Ia seketika mengerang kesakitan. 
Suara teriakannya sangat keras dan melengking tajam seperti elang. Buru-buru aku 
beranjak berdiri dan lari keluar dari kamarku. Namun, saat aku berniat menuruni tangga, 
makluk itu mendadak muncul di belakangku dan dengan gerakan cepat melempar 
tubuhku ke arah dinding. 

Brak! Aku bisa merasakan benturan yang amat keras di bagian 
belakang kepalaku disertai nyeri hebat yang menusuk otakku. Aku meringis menahan sakit. Sebelum aku sempat berteriak lagi, makluk itu kemudian mencekik leherku dan 
hanya dengan satu lengan dia mampu mengangkat tubuhku ke atas sementara diriku mirip 
seperti ikan yang terus meronta saat dikeluarkan dari akuarium. Dalam kesakitan, aku 
berusaha melepaskan diri, akan tetapi kekuatan makluk ini seribu kali lipat lebih besar 
dibandingkan kekuatanku. Aku bisa melihat kuku tajam milik makluk itu perlahan mulai 
melukaiku. Aku mengerang keras dan tetap berusaha meronta meskipun aku nyaris di 
ujung tanduk. 

Gerakan tangannya berubah menjadi meremas dan membuat kuku-kukunya berhasil 
menembus kulitku. Aku menjerit kesakitan dan sebaliknya dia justru merasa semakin 
puas. Ia mengeratkan remasan tangannya pada tubuhku sebelum akhirnya melemparku 
hingga jatuh terguling dari atas tangga. Darah segar membasahi seluruh tubuhku akibat 
luka-luka yang kudapatkan. Eugh! Tubuhku berhenti berguling dan aku merasa sekarat. 

Napasku tersengal dan semakin melambat. Makluk itu terbang ke arahku dan aku dengan 
segenap kekuatan berusaha untuk bangkit. Terhuyung-huyung aku mencoba untuk kabur 
darinya, namun monster itu dengan sigap mencengkeram punggungku dengan kukunya 
yang tajam. Tubuhku seketika ambruk dan dia kembali ke posisi menindih tubuhku. Kini 
wajahku dan wajahnya kembali bertemu. Dapat kurasakan kebencian tanpa ampun dari 
caranya menatapku. Dia mencekik leherku dan kali ini lebih keras. Aku berusaha untuk 
melepaskan cengkeramannya, namun hal itu justru membuat cengkeramannya semakin 
kuat. 

Aku benci caraku mati. Kenapa aku harus mati dengan cara seperti ini? 

Ayah, Ibu, kumohon.... Selamatkan aku! 
.
.
.
.
THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar