Judul : That Nightmare in the Wild Rain
Genre : Mystery Fantasy
Author : Tiara Mesias
Hujan turun dengan amat deras disertai dengan kilatan halilintar yang menggelegar.
Entah mengapa meskipun aku sudah terbiasa ditinggal sendirian hingga larut malam di
rumah, aku merasa ada sesuatu yang berbeda pada malam ini... Hmm... Aku sendiri tidak
tahu perasaan cemas dan resah macam apa ini, tapi tubuhku sudah sejak tadi menggigil
tak karuan disertai bulu romaku yang berdiri. Aku mengigit bibirku agak keras dan
berharap agar kantukku datang lebih cepat.
Phats!
Kilat kembali mengamuk disertai kilatan cahaya mengerikan yang mampu
menembus jendela kamarku. Tirai kordenku bergoyang cepat akibat terpaan angin yang
seolah marah. Kilatan cahaya tak kenal ampun menusuk mataku dan membuatku semakin
merinding. Semoga ayah dan ibuku bisa segera pulang. Kumohon... Semoga malam ini,
setidaknya, aku bisa tidur dengan nyenyak dan bisa bangun esok pagi disambut oleh
senyum kedua orangtuaku.
Phats!
Mendadak lampu di kamarku, yang memang sengaja tidak kumatikan, padam. Aku
nyaris menjerit dan cepat-cepat menarik selimut hingga menutupi kepalaku. Aku
menangis terisak di balik selimut. Gelap. Mataku seakan buta dan tidak bisa melihat
apapun. Hanya kegelapan dan terjangan kilat halilintar. Seseorang bisa saja muncul
dengan tiba-tiba dan membahayakan nyawaku detik ini juga. Seseorang yang sangat
mengerikan! Makluk yang berpostur seperti alien dengan bola mata merah dan cakar
panjang di kedua tangannya yang kurus! Makluk pendek berkulit pucat yang selalu
muncul dari jendela dan yang selalu menyambutku dengan seringaiannya yang
menyeramkan!
Ugh!
Baru saja aku membayangkan gambaran mengerikan tentang makluk yang selalu
membawa mimpi buruk di tidurku dan tubuhku sudah terasa seperti diduduki seseorang.
Sangat... Sangat berat! Napasku tercekat dan punggungku merasa ngilu.
Detik demi detik, ngilu yang kurasakan di punggungku semakin menjadi-jadi. Aku berusaha untuk
menggerakkan semua anggota tubuhku agar bisa beranjak dan menyingkirkan siapapun
itu yang sedang mendudukiku. Ah! Kenapa tubuhku tiba-tiba serasa seberat batu. Sangat
sulit untuk menggerakkannya, bahkan menggerakkan jari-jariku sekalipun! Kali ini isak
tangisku semakin menjadi. Tidak! Aku tidak boleh menangis! Aku tidak boleh membuat
suara apapun! Atau makluk menyeramkan yang sedang menduduki bakal tahu kalau aku
masih hidup. Setidaknya, aku harus pura-pura mati lagi malam ini supaya bisa selamat
darinya.
Benar, dugaanku memang tidak pernah salah! Kehadirannya bisa kurasakan dari bau
menyengat yang tiba-tiba menusuk hidung. Seperti bau amis darah yang bercampur
dengan bangkai tikus, benar-benar busuk! Aku membayangkan bahwa bau itu adalah bau
dari nafas mulutnya! Ihh, menjijikkan!
Entah untuk beberapa menit lamanya aku hanya terdiam dan berusaha untuk tetap
bernapas! Aku tidak bisa memperkirakan berapa massa tubuh dari makluk keparat itu.
Rasanya berat badannya itu melebihi ratusan kilogram sehingga nyaris meretakkan
tulang-tulang rusukku. Enggrhh... Sekilas aku mendengar erangan suaranya yang mirip
seperti erangan beruang. Aku hanya bisa berdoa, berharap aku bisa menggerakkan
tubuhku dan bangkit dari ranjang ini.
Namun, seberapa kerasnya usahaku untuk menggerakkan tubuhku, aku tetap tak bisa
melakukannya. Seolah-olah makluk itu menghimpit tubuhku dan memegang kedua
lenganku dengan kedua tangannya dan wajahnya....
Aku benar-benar tidak ingin membayangkannya, sungguh! Aku... Kuharap hal itu
tidak akan pernah terjadi. Membayangkannya ada di sini dan menghimpit tubuhku saja
aku sudah merasa ingin mati!
Ergghh...
Erangan mengerikan itu terdengar semakin jelas dan keras, seakan-akan aku dan
makluk itu sudah tak berjarak. Aku berusaha untuk menyangkal semua pikiran buruk itu.
Bagaimanapun, aku harus berjuang untuk diriku sendiri. Entah apapun yang sedang
mengancam nyawaku sekarang, aku harus berusaha menang darinya!
Perlahan dengan jantung yang berdegup kencang, aku menurunkan selimut dari atas
kepalaku. Jantungku seakan-akan meloncat keluar begitu mataku bertemu langsung dengan bola mata semerah darah milik makluk itu.
Aku berusaha untuk beteriak. Seringaian itu, lidah yang menjulur keluar itu, dan juga
air liurnya yang tak henti-hentinya menetes... Ekspresi wajahnya menjadi semakin mirip
dengan seekor beruang yang berhasil mencengkeram mangsanya. Apakah ini hanya ilusi?
Tidak! Dia nyata dan wajahnya yang mengerikan itu juga nyata. Aku benar-benar terjebak
antara hidup dan mati. Tapi bagaimanapun, aku harus berjuang untuk tetap hidup.
Satu, dua, tiga!
ARGHHHH!!
Aku menjerit sekencang mungkin hingga pita suaraku serasa robek. Bersamaan
dengan itu, makluk mengerikan di hadapanku juga ikut menggeram dengan keras. Guntur
kembali menerjang dan kilatan cahaya yang menembus dari arah jendela membuat wajah
makluk itu terlihat semakin menakutkan.
Aku menggeliat-liatkan tubuhku, berusaha untuk melepaskan diri. Aku terus meronta
dan menjerit sekuat tenaga hingga kedua lenganku berhasil terbebas dari cengkeraman
makluk itu. Aku pun jatuh terguling ke lantai dan membuat punggung serta pinggangku
serasa remuk. Bersusah payah, aku memaksa tubuhku yang lunglai ini untuk bangkit
berdiri. Akan tetapi, saat aku sudah dalam posisi duduk tiba-tiba makluk itu menerjang
tubuhku dan kembali menindihku. Keringat dingin semakin menghujani wajahku,
napasku tercekat. Makluk itu lantas memperlihatkan gigi-giginya yang setajam paku
dengan air liur yang tidak berhenti menetes. Dia... Dia akan memangsaku! Aku bisa
melihat hasrat memangsa dari kedua bola matanya yang merah!
Apakah aku akan mati?
Tidak! Aku tidak mau mati!
Aku meraba ke lemari buffet yang ada di belakang kepalaku. Tanganku terus meraba
ke atas dengan gerakan cepat dan berhasil memegang lampu tidur. Tanpa pikir panjang,
aku langsung menghantam wajahnya dengan benda itu. Ia seketika mengerang kesakitan.
Suara teriakannya sangat keras dan melengking tajam seperti elang. Buru-buru aku
beranjak berdiri dan lari keluar dari kamarku. Namun, saat aku berniat menuruni tangga,
makluk itu mendadak muncul di belakangku dan dengan gerakan cepat melempar
tubuhku ke arah dinding.
Brak! Aku bisa merasakan benturan yang amat keras di bagian
belakang kepalaku disertai nyeri hebat yang menusuk otakku. Aku meringis menahan sakit. Sebelum aku sempat berteriak lagi, makluk itu kemudian mencekik leherku dan
hanya dengan satu lengan dia mampu mengangkat tubuhku ke atas sementara diriku mirip
seperti ikan yang terus meronta saat dikeluarkan dari akuarium. Dalam kesakitan, aku
berusaha melepaskan diri, akan tetapi kekuatan makluk ini seribu kali lipat lebih besar
dibandingkan kekuatanku. Aku bisa melihat kuku tajam milik makluk itu perlahan mulai
melukaiku. Aku mengerang keras dan tetap berusaha meronta meskipun aku nyaris di
ujung tanduk.
Gerakan tangannya berubah menjadi meremas dan membuat kuku-kukunya berhasil
menembus kulitku. Aku menjerit kesakitan dan sebaliknya dia justru merasa semakin
puas. Ia mengeratkan remasan tangannya pada tubuhku sebelum akhirnya melemparku
hingga jatuh terguling dari atas tangga. Darah segar membasahi seluruh tubuhku akibat
luka-luka yang kudapatkan. Eugh! Tubuhku berhenti berguling dan aku merasa sekarat.
Napasku tersengal dan semakin melambat. Makluk itu terbang ke arahku dan aku dengan
segenap kekuatan berusaha untuk bangkit. Terhuyung-huyung aku mencoba untuk kabur
darinya, namun monster itu dengan sigap mencengkeram punggungku dengan kukunya
yang tajam. Tubuhku seketika ambruk dan dia kembali ke posisi menindih tubuhku. Kini
wajahku dan wajahnya kembali bertemu. Dapat kurasakan kebencian tanpa ampun dari
caranya menatapku. Dia mencekik leherku dan kali ini lebih keras. Aku berusaha untuk
melepaskan cengkeramannya, namun hal itu justru membuat cengkeramannya semakin
kuat.
Aku benci caraku mati. Kenapa aku harus mati dengan cara seperti ini?
Ayah, Ibu, kumohon.... Selamatkan aku!
.
.
.
.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar